Fork & Suspention untuk sepeda anda

Minggu, 15 Agustus 2010

yanda-bunda, pelatih dan pembina pramuka dalam hidupku adalah orang tua

oleh Dewi Irma Martiati pada 14 Agustus 2010 jam 22:23
Hari ini tanggal 14 Agustus 2010 tepat ulang tahun gerakan pramuka ke 49.. Saya coba untuk mengingat dan merenung betapa berartinya pramuka dalam kehidupan saya...

takwa kepada Tuhan yang maha esa
Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
Patriot yang sopan dan ksatria
Patuh dan suka bermusyawarah
Rela menlong dan tabah
Rajin trampil dan gembira
Hemat cermat dan bersahaja
Disiplin berani dan setia
Bertanggungjawab dan dapat dipercaya
Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan

Dasa dharma pramuka yang tidak pernah lupa.. Sudahkah saya menjadi orang yang seperti dasa dharma tersebut? Mungkin masih jauh ya, tapi setidaknya ada ukuran untuk kita bahwa jika semua dasa ada dalam karaktr kita, betapa nyamannya kehidupan yang akan dan sedang kita lewati..dapat menghadapi segala ujian kehidupan dengan sabar dan ikhlass...seandainya semua orang di indonesia karakternya terbentuk seperti dasa dharma itu, mungkin ga akan terjadi kekacauan dan kerusakan moral bangsa...

Saya dilahirkan dan tumbuh dari keluarga pramuka, orang tua adalah orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah lepas dari prinsip2 pramuka..mereka bertemu sebagai pramuka di dalam proses kegiatan pramuka..
Dari semenjak kecil saya selalu diperdengarkan lagu2 pramuka ktika berkumpul dan dalam perjalanan diiringi dengan alunan harmonika..hal tersebut masih dilakukan sampai sekarang terhadap semua cucu2nya... Dan seingat saya, pada saat itu ke 3 kakak saya sudah lebih dulu menjdi pramuka..dan cita2 saya waktu itu ingin menjadi pramuka seperti orang tua n kakak2 saya, dan menjadi pramuka garuda...

Pertama kali ikut kemping beneran dalam acara pramuka saat usia 5 th, dengan kondisi alam hujan dan becek.. Seneng banget rasanya bergabung ma kakak pramuka yang lain yang lebih tua..
Mulai dari SD saya sudah diarahkan untuk mengikuti ekskul wajib pramuka, boleh mngikuti ekskul lain tapi tetep harus pramuka, begitu kata orang tua.. Alhasil, waktu SD sampai SMA ga pernah lepas dari Pramuka...pada saat2 tertentu saya suka bertanya kenapa kalo ada kegiatan pramuka apapun itu, dimanapun dan bagaimanapun selalu diijinkan bahkan dianjurkan ga seperti orangtua2 temen yang lain, yang susah untuk mengijinkan.. Bahkan pernah minta untuk tidak diijnkan...he he... Tapi baru kerasa sekarang, ternyata pramuka itu memang dasar pembentukan karakter kita, dan hal tersebut sangat dirasakan amat sangat membantu dalam menjalankan kehidupan kita sepanjag hayat... Saya amat sangat bersyukur dibesarkan dan berada dilingkungan pramuka yang bener2 menerapkan prinsip2 pramuka dalam kehidupan sehari2..terumtama kemandirian... Ga ada jender, semua anggota keluarga harus bisa masak, bersih2 rumah, cuci piring, cuci baju, beres2 rumah,, beres2 halaman, bahkan menjahit pun harus bisa..termasuk dibentuknya struktur organisasi keluarga yang dengan ikhlas melakukan tanggungjawabnya... Duh jadi inget struktur organisasi keluarga beserta tugas2nya yang ditempel di dinding ruang makan...

Tumbuh dengan suasana riang gembira sperti latihan pramuka tiap hari...penuh dengan canda tawa n yang pasti koleksi lagu2 pramuka dan tepuk2an sudah terekam dalam memori saya...

Kangen ma kehidupan itu... Seiring dengan waktu dan bertambahnya usia...banyak hal yang terbentuk dari lingkungan baru karena masing2 punya pasangan dan lingkungan sendiri.. Tetapi walopun sudah ga aktif ikut kegiatan pramuka, prinsip2 pramuka selalu kami ingat dan bawa dalam kehidupan kami...

Terima kasih untuk orang tua tercinta yang sudah menjadi yanda-bunda, pelatih dan pembina pramuka kehidupan kami..dan akan tetap menjadi pembina kami selama2nya.... Tetap semangat! Dan perjuangan menjadikaan pramuka sebagai pembentuk karakter bangsa sangat mulia dan hal tersebut sudah dibuktikan dengan perjuanganmu membentuk karakter anak2 mu... Jadi untuk kami, anak2mu... Pramuka sejati adalah ayah dan ibu !


Selamat hari pramuka!

Satyaku ku dharmakan dharma ku ku baktikan... Jayalah terus pramuka indonesia!
alun-alun subang, saat upacara hut pramuka th 1990

Kamis, 15 Juli 2010

Ketika menyimpan es krim di rumah, kok teksturnya menjadi kasar?

Ketika menyimpan es krim di rumah, kok teksturnya menjadi kasar?

Oleh: Elvira Syamsir  (www.ilmupangan.blogspot.com)


Mengapa tekstur es krim yang awalnya lembut kadang berubah menjadi kasar karena ada kristal es didlmnya ketika es krim tersebut disimpan di freezer rumah?

Freezer rumah tidaklah sedingin freezer komersial. Peningkatan suhu freezer (misal karena pintu freezer yang sering dibuka/ditutup) menyebabkan es krim mencair dan pembekuannya kembali (didalam freezer) berlangsung lambat sehingga membentuk kristal es berukuran besar didalam es krim.

Untuk mempertahankan agar tekstur es krim tetap lembut adalah dengan menjaga agar suhu penyimpanannya tidak berfluktuasi. Fluktuasi suhu (selama berada di toko, distribusi atau penyimpanan) menyebabkan kristal es yang awalnya ada dalam bentuk sangat halus, mencair dan kemudian membeku kembali. Tapi, karena proses pembekuan berjalan lambat, rekristalisasi ini menyebabkan ukuran kristal es dalam es krim menjadi besar dan terdeteksi oleh lidah.

Konsumen sebaiknya membeli es krim dalam jumlah secukupnya (tidak disimpan untuk jika waktu yang terlalu lama), diambil sesaat sebelum selesai berbelanja, dibawa dengan cool box (yang ini jarang kita lakukan karena 'ribet') dan/atau menyegerakan pulang dan menyimpan es krim di freezer (agar tidak banyak es yang lumer).

Sabtu, 26 Juni 2010

4 Pondasi Kekufuran

Empat pondasi kekufuran, yaitu sombong, hasad, amarah dan syahwat. Adapun kesombongan akan mencegah orang dari ketundukan. Hasad akan mencegah orang dari mendengarkan ataupun memberikan nasehat. Amarah akan mencegah dari berbuat adil. Sedangkan syahwat akan mencegah keseriusan dalam beribadah.

Jika pondasi kesombongan roboh maka akan mudahkah ketundukan.
Jika pondasi kedengkian runtuh maka akan mudahlah orang menerima nasehat.
Jika tiang amarah yang roboh maka akan gampanglah ia berlaku adil dam tawadhu.
Jika benteng syahwat yang runtuh maka akan mudahlah ia bersabar, menjaga kehormatan diri dan beribadah.

(Ibnu Qayyim Al Jauziayah )

Selasa, 08 Juni 2010

Judulna Bebas...

Bade nyerat naon nya ? meni hese gening ngamimitian deui kutrat-kotret teh...Padahal meni mundel ieu teh, hayang ngabudalkeun eusi uteuk teh tapi meni hese. Teuing atuh ti saprak sakadang epbe kumalayang di alam maya jadi ditinggalkeun kutrat-kotret teh. Sapopoe ngan sibuk nyieun komentar jeung apdet status we...

Aya alusna oge ketang sakadang epbe teh, kuring jadi panggih deui jeung sobat-sobat baheula malah jeung "popotongan" oge jadi papanggih deui ("bari culak-cileuk sieun kanyahoan...") tapi bae ah da popotonganana oge geus jadi batur hirup ieuh.
Carita jadi balik deui ka mangsa katukang, panggih jeung babaturan kuliah meni asa jadi budak kuliahan deui, panggih jeung babaturan SMA meni asa jadi budak SMA deui..komo bari jeung ditambah ku poto-poto jaman harita mah.

Cag heula ah ngadongengna dugi kadieu heula...sanes waktos diteraskeun deui...tunduh gening....

Senin, 24 Mei 2010

Ayang - Ayang Gung

”Ayang -ayang gung
Gung goongna rame
Menak Ki Mastanu
Nu jadi Wadana
Naha maneh kitu
Tukang olo-olo
Loba anu giruk
Ruket jeung Kumpeni
Niat jadi pangkat
Katon kagorengan
Ngantos Kanjeng Dalem
Lempa lempi lempong
Jalan ka Batawi ngemplong
Jalan ka Batawi ngemplong”

RASANYA tidak ada orang Sunda yang tidak kenal lagu ”Ayang-ayang Gung”. Namun, berdasarkan pengalaman penulis, hampir tidak ada yang dapat menerangkan apa maksud lagu tersebut. Bila ditanya spontan, ada satu-dua yang menjawab, “Wah, itu lagu zaman perjuangan melawan Belanda!” Ketika ditanya lebih lanjut, “Maksudnya apa?” ”Kurang jelas juga sih!”.

Jawaban ini penulis terima bukan dari sembarang orang, melainkan dari seorang artis Sunda terkenal. Jawaban senada juga datang dari seorang tokoh intelektual Sunda, pejabat tinggi di sebuah departemen. Mereka bukan kurang peduli terhadap seni Sunda. Sebaliknya, keduanya aktif, bahkan memimpin lembaga pengembangan wacana seni dan budaya Sunda. Penulis menduga, mungkin karena lagu ini begitu “pasarannya” sehingga dianggap tak perlu lagi mengurai maknanya.

Dalam menyambut Hari Proklamasi RI , di berbagai media massa sangat jarang ada ulasan mengenai peran seni rakyat dalam pembentukan wacana rakyat pada perjuangan kemerdekaan.
**

SEPENGETAHUAN penulis, lagu ”Ayang-ayang Gung” terdengar biasa-biasa saja. Akan tetapi, bila diingat sifat pemerintah kompeni yang represif, (penulis) lagu tersebut bukan saja sangat berani, melainkan juga sangat cerdik dalam menyiasati sikap represif tersebut.

Dengan irama lagu dan susunan kata yang mudah dinyanyikan serta diingat, efektivitas lagu itu menjadi wahana protes dan pendidikan kesadaran politik rakyat. Sungguh tidak dapat diragukan.
Bentuk sastra ”Ayang-ayang Gung” pun istimewa. Berbeda dengan bentuk-bentuk puisi yang dikenal di Indonesia, seperti pantun, gurindam, syair, dan sebagainya.

Kalau diperhatikan, suku kata terakhir pada kalimat lagu itu menjadi suku kata awal di kalimat berikutnya. Sungguh tingkat kesulitan yang sophisticated. Setahu penulis, bentuk ini tidak dikenal dalam pelajaran sastra Indonesia, bahkan di dunia (?). Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pencipta ”Ayang-ayang Gung” merupakan local genius.

Bila kita renungkan, lagu itu merupakan protes sarkastis terhadap tingkah laku seorang petualang politik, Ki Mastanu, yang menghalalkan segala cara demi ambisinya. Terlepas apakah tokoh itu benar-benar ada atau fiktif.

Mengingat popularitas dan keabadian lagu tersebut pada masyarakat Sunda, rasanya tidak berlebihan bila penulis mengusulkan lapangan di depan Gedung Sate, sebaiknya diganti menjadi Alun-alun ”Ayang-ayang Gung”.

Mengapa? Gedung Sate adalah monumen penjajahan kolonial Belanda. Bila monumen fisik penjajahan kita pelihara sebagai monumen sejarah dan kita manfaatkan, alangkah baiknya lapangan yang berhadapan dengan gedung tersebut kita wujudkan pula monumen peringatan semangat melawan penjajahan (ketidakadilan).

Caranya sungguh sederhana, hidupkan kembali khazanah budaya yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat, yang substansi semangatnya patut dipelihara dalam batin rakyat. Sungguh suatu simbolik yang sempurna.

Terlebih lagi, bila diingat fungsi strategis gazebo sebagai tempat berkumpul rakyat. Sangat tepat kiranya bila diberi nama yang mengingatkan insan Jabar, khususnya pemimpin politik dan birokrat, untuk tidak menghalalkan segala cara dalam mencapai ambisinya serta menjalankan wewenang kekuasaan mereka.

Wallaahu a’lamu bi-sh shawaab.***
Penulis, Ketua Umum Yayasan Pesantren Swarna Bhumy).

Dikutip dari : www.pikiran-rakyat.co.id 168\2006